Peristiwa Malari adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah politik Indonesia yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1974. Peristiwa ini mencakup demonstrasi besar-besaran yang berujung pada kerusuhan dan bentrokan antara demonstran dengan aparat keamanan. Nama “Malari” sendiri merupakan singkatan dari “Malapetaka Lima Belas Januari.”
Peristiwa Malari terjadi di tengah kondisi ekonomi dan politik yang tidak stabil di Indonesia. Pada masa itu, pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto tengah melaksanakan program pembangunan ekonomi yang dikenal sebagai “Pembangunan Lima Tahun” atau Pelita. Namun, kebijakan ekonomi yang mengandalkan investasi asing dan modernisasi industri memunculkan berbagai ketidakpuasan di kalangan masyarakat, terutama mahasiswa dan aktivis.
Faktor Sebab Peristiwa Malari
Kejadian terjadi pasti tentu ada sebabnya, penyebab utama yang terjadi yang diketahui, mari kita ulas penyebabnya kenapa dan ada apa.
Ketidakpuasan Terhadap Investasi Asing: Kebijakan ekonomi yang pro-investasi asing dianggap merugikan kepentingan nasional dan meminggirkan pengusaha lokal. Muncul kekhawatiran bahwa ketergantungan pada modal asing dapat mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia.
Korupsi dan Ketidakadilan Sosial:
Korupsi dan Ketidakadilan Sosial: Maraknya korupsi dan ketidakadilan sosial juga menjadi alasan utama ketidakpuasan masyarakat. Program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah dianggap tidak merata dan hanya menguntungkan segelintir elite.
Protes Terhadap Kunjungan Perdana Menteri Jepang: Kunjungan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka, ke Indonesia pada Januari 1974 menjadi pemicu langsung demonstrasi. Jepang dianggap sebagai simbol dari kapitalisme asing yang menguasai ekonomi Indonesia.
Begitulah sebab hingga peristiwa malari terjadi di Indonesia.
Tokoh-Tokoh Kunci:
Hariman Siregar:
Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dan salah satu tokoh utama dalam demonstrasi Malari. Hariman Siregar menjadi simbol perlawanan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Soeharto:
Presiden Indonesia saat itu, yang kebijakan ekonominya menjadi sasaran kritik dan protes dari para demonstran. Soeharto kemudian mengambil tindakan keras untuk meredam kerusuhan dan menjaga stabilitas pemerintahannya.
Ali Moertopo:
Kepala Operasi Khusus (Opsus) yang bertugas mengendalikan situasi keamanan. Ali Moertopo dikenal sebagai tangan kanan Soeharto dalam mengatasi perlawanan politik.
Jenderal Soemitro:
Panglima Kopkamtib (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) yang bertanggung jawab atas operasi militer untuk mengendalikan situasi. Jenderal Soemitro menjadi tokoh penting dalam penanganan kerusuhan Malari.
Peristiwa dan Tempat Kejadian:
Demonstrasi di Jakarta
Demonstrasi dimulai dengan aksi damai yang diikuti oleh ribuan mahasiswa di berbagai titik strategis di Jakarta, termasuk kampus Universitas Indonesia (Salemba), Lapangan Banteng, dan Gedung DPR/MPR.
Kerusuhan di Glodok: Kerusuhan pecah di kawasan Glodok, pusat perdagangan di Jakarta. Massa membakar dan menjarah toko-toko, terutama milik pengusaha keturunan Tionghoa, yang dianggap sebagai representasi kapitalis asing
Bentrok dengan Aparat:Bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan terjadi di berbagai tempat. Pasukan militer dan polisi dikerahkan untuk membubarkan massa dan mengendalikan situasi.
Dampak dan Akibat
Korban Jiwa dan Kerusakan: Peristiwa Malari menyebabkan setidaknya 11 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Selain itu, banyak bangunan dan kendaraan yang rusak akibat kerusuhan.
Penangkapan dan Penahanan:
Setelah peristiwa tersebut, banyak aktivis dan tokoh mahasiswa yang ditangkap dan ditahan oleh pemerintah. Hariman Siregar, sebagai salah satu tokoh utama, ditangkap dan dipenjara.
Perubahan Kebijakan:
Peristiwa Malari mendorong pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan ekonominya. Meski demikian, kebijakan pro-investasi asing tetap berlanjut, namun dengan pengawasan yang lebih ketat terhadap dampaknya terhadap ekonomi nasional.
Peningkatan Pengawasan dan Represi:
Pemerintah Orde Baru memperketat pengawasan terhadap aktivitas mahasiswa dan gerakan oposisi. Kebebasan berpendapat dan berkumpul semakin dibatasi untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa.
Peristiwa Malari menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia. Peristiwa ini mencerminkan ketegangan antara kebutuhan pembangunan ekonomi dan tuntutan keadilan sosial serta kedaulatan nasional. Meski terjadi puluhan tahun yang lalu, peristiwa ini tetap relevan sebagai pelajaran bagi dinamika politik dan kebijakan ekonomi di Indonesia.